Selasa, 29 Oktober 2013

Istilah Bilangan AlKhawaritzmi yang Memudahkan Matematika

Para pembaca mohon memaklumi saya. Mungkin saya satu-satunya orang yang terlampaui sering menyebut-nyebut nama AlKhawaritzmi. Bagi saya AlKhawaritzmi adalah tokoh paling berjasa dalam memajukan matematika umum untuk masyarakat. Memang banyak tokoh-tokoh matematika lain yang juga sangat hebat. Sebut saja Phytagoras, Plato, AlThusi, Fibonaci, Descartes, Newton, Leibniz, Euler, Gauss adalah beberapa nama besar dalam matematika.  
Di antara nama-nama besar itu, hanya AlKhawaritzmi yang mempengaruhi cara berpikir matematis masyarakat luas. Sementara tokoh-tokoh lain biasanya berpengaruh besar hanya pada masyarakat pecinta matematika saja. Bagi masyarakat awam kurang merasakan dampaknya. 
Trachtenberg sedikit mirip dengan AlKhawaritzmi. Trachtenberg memusatkan inovasi juga pada matematika dasar. Inovasi-inovasinya sangat menarik. Tetapi mengapa tidak banyak orang mengenal metode berhitung cepat Trachtenberg? Saya tidak tahu pasti. 
Saya sendiri di APIQ memusatkan inovasi juga pada matematika dasar – mirip dengan Trachtenberg dan AlKhawaritzmi. Inovasi APIQ terutama pada aspek visualisasi matematika dan penciptaan alat-alat edukatif matematika. Dengan bantuan visualisasi dan alat edukatif, APIQ mempromosikan cara belajar matematika yang menyenangkan. (Mohon tetap dicatat bahwa APIQ mengajarkan matematika bukan sekedar aritmetika seperti sempoa.) 
Dari interaksi APIQ dengan para siswa, kami semakin merasakan betapa besar jasa AlKhawaritzmi. Bahkan kami ingin mengusulkan konsep AlKharitzmi ini kita perluas agar mencakup kepada istilah-istilah bilangan. 
Seorang siswa APIQ yang masih usia TK telah lancar menguasai penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian. Bahkan anak itu pernah mengejutkan seorang guru matematika SMA ketika ditanya berapakah 7 x 7? Dia berpikir sejenak. Lalu ia jawab 49.  
”Bagaimana caranya?” guru SMA itu penasaran.
”Peltama gini, telus gini, telus gini…” anak itu mencoba menjelaskan. Guru SMA itu kagum. Meski pun ia cerita pada saya bahwa ia tetap tidak paham bagaimana cara anak kecil itu menghitung.  
Beberapa hari lalu anak itu main perkalian.
Ia menemukan soal 3 x 5 = ….Tentu ia langsung tahu jawabannya. 
”Lima belas, pasti,” ia tampak yakin.
”Bu, lima belas itu 5 dulu atau 1 dulu nulisnya?” ia ragu cara menulisnya. 
Mengapa dia ragu menulis angka lima belas?
Padahal ia telah mahir menulis angka empat puluh sembilan. Ia juga sangat yakin bahwa 8 x 8 sama dengan enam puluh empat. Serta mudah menuliskan angka enam puluh empat tersebut. Karena 49 dan 64 menigkuti kaidah AlKhawaritzmi.
Sedangkan lima belas tidak mengikuti kaidah AlKhawaritzmi. Mengapa?  Jika hendak mengikuti kaidah AlKhawaritzmi, mestinya kita membaca 15 bukan sebagai lima belas. Tetapi 15 adalah sepuluh lima. Sepuluh lima, konsisten dengan kaidah AlKhawaritzmi.
Jadi mestinya setelah sepuluh, kita akan membaca 
11 bukan sebelas tetapi sepuluh satu
12 bukan dua belas tetapi sepuluh dua
13 bukan tiga belas tetapi sepuluh tiga
14 bukan empat belas tetapi sepuluh empat 
Dan seterusnya. 
Dengan cara di atas, saya yakin putra-putri kita akan lebih mudah menguasai matematika.
Kami sendiri di APIQ mengijinkan seorang siswa membaca 11 sebagai sebelas atau pun sepuluh satu. Bahkan kami cenderung mengenalkan dua cara membaca di atas. Jika cara membaca angka belasan ditetapkan oleh yang berwenang, kemajuan pelajar Indonesia akan pesat. Bahkan ini akan menjadi yang pertama di dunia. Cara membaca belasan yang konsisten dengan kaidah AlKhawaritzmi.  
Sederhana memang. Tetapi dampaknya sangat luar biasa! Bagaimana pendapat Anda? 
Salam hangat….  (agus Nggermanto; pendiri APIQ) 

Tidak ada komentar: